Saturday 10 May 2014

Pemandangan di Kaki Gunung Lawu

"Ma, yuk ke Jogja naik motor", terdengar suara suamiku dari speaker handphone-ku.
"Hah?! Ke Jogja naik motor?", jawabku agak terkaget-kaget.
"Aku kangen Ibu. Kalau gak mau, ya gak papa, nanti aku berangkat sendiri aja...", begitu kata suamiku.
Antara percaya atau tidak, aku masih sibuk dengan angan-anganku sendiri.
***
Itulah sepenggal pembicaraanku dengan suamiku beberapa waktu yang lalu.

Ke Jogja? Kenapa tidak?
Terus terang hatiku seneng banget, karena Jogja bagaikan rumah keduaku. Ibu mertuaku tinggal di Gamping Kidul, Sleman. Minimal setahun sekali kami sekeluarga selalu berkunjung ke Jogja untuk bersilaturahim dan melepas rindu. Selain Ibuku, kakak dan adik ipar juga tinggal di Jogja. Jadi ketika suamiku mengajak ke Jogja langsung berbinar-binarlah mataku seperti spongebob..hehe. Kumpul-kumpul, cerita-cerita, makan-makan, ketemu saudara dan kerabat, pasti menyenangkan.

Tapi ... kali ini naik motor?
Pertanyaan ini selalu terngiang-ngiang di telingaku dan bergumul di benakku.
"Apa aku kuat?"
"Nanti pantatku kesemutan gak?"
"Apa aku kuat duduk berlama-lama di jok motor?" (bayangin  7-8 jam duduk terus, apa pantat ini gak tebel...wkwk)
"Kuat gak ya?"
"Nanti masuk angin gak ya?"
Berbagai macam keraguan berkecamuk di kepalaku. Mengingat usia kami sudah bukan usia muda lagi. Sulung kami sudah sekolah SMP, sudah Abegeh :p

Biasanya kalau pergi ke Jogja kami bawa mobil atau naik kereta api, karena Tulungagung-Jogja itu jaraknya kurang lebih  251 km. Anak-anak juga lebih enjoy dalam perjalanan, beda kalau naik bus. Biasanya kalau naik mobil perjalanan kami tempuh dalam waktu 6-7 jam. Tapi pernah juga kami tempuh 12 jam perjalanan karena efek macet saat mudik lebaran.

Akhirnya entah ada angin darimana (ciee...) atau aku mungkin sudah mendapat hidayah , aku setuju kalo aku dan suamiku berangkat ke Jogja hanya berdua, tanpa anak-anak, dengan berkendara motor Tiger kesayangan suamiku. Dan Alhamdulillah ternyata perjalanan yang kami sebut touring with tigy ini benar-benar pengalaman yang amazing. Karena ini juga merupakan hadiah ulang tahun-ku di bulan Januari 2014 kemarin. Yeayyy ... akhirnya kami tidak sabar lagi menunggu waktu yang sudah ditentukan.
Tigy adalah sebutan untuk sepeda motor Honda Tiger milik suamiku.
***
Tibalah saatnya waktu yang dinanti-nantikan. Touring with Tigy dimulai.
Anak-anak dititipkan kepada nenek dan tantenya (baca= ibuku dan adikku). Sebenarnya ada perasaan agak berat ya, pergi berdua saja tanpa anak-anak. Karena di usia pernikahan kami yang ke-13 tahun ini, kami hampir tidak pernah pergi tanpa anak-anak. Minimal salah satu dari mereka pasti ikut. Tapi suamiku meyakinkan, "sudahlah..ndak papa, kita pergi kan cuma sebentar"

Oke baiklah. Akhirnya dengan berbekal seminim mungkin kami berdua berangkat menuju Jogjakarta. Karena kami naik motor, maka perlengkapan seperti jas hujan, obat-obatan, keperluan sholat tidak lupa nangkring di bagasi motor portable yang dipasang di jok belakang. 
Penampakan Kami Berdua Saat Berangkat
Rute yang kami pilih adalah jalur Tulungagung-Kediri-Madiun-Magetan-Karanganyar-Surakarta-Klaten-Jogjakarta. Jalur ini baru pertama kali kami lalui. Menurut suami lebih dekat kalau pakai motor. Ini suami juga dapat informasi dari temannya. Jadi masih belum bisa dibuktikan kebenarannya, hahaha. 

Biasanya kami melewati Sragen,yaitu jalur bus Surabaya-Jogjakarta, dimana jalannya cenderung mulus karena jalur antar kota antar propinsi. Dan dijamin tidak akan tersesat.

Sumber Foto: di sini
Perjalanan Tulungagung-Kediri kami lalui dengan lancar.Di daerah Mojo-Kediri sempat ada operasi satlantas. 
Pak Polisinya sempat bertanya, "Mau kemana ini Pak"
"Ke Jogja, Pak", jawab suamiku. 
Kelihatan Pak Polisinya agak tidak percaya. "Wah, jauh juga ya? Semoga Ibu tidak capek. Selamat jalan, Pak"
Mungkin beliau meragukan aku kali yaa, hihi. Aku dengan badanku yang lumayan jumbo bersepeda motor ria ke Jogjakarta yang jaraknya ratusan kilometer :p

Akhirnya setelah menempuh waktu kurang lebih 2 jam, kami rehat sebentar di POM Bensin di daerah Nganjuk. Kami melaksanakan ibadah sholat dulu karena sudah masuk waktu dhuhur. Kebetulan ada tukang bakso juga yang jualan di situ. Lumayan semangkuk bakso mengganjal perut kami untuk sekedar makan siang. Tidak lupa telepon anak-anak. Baru beberapa jam rasanya sudah kangen, hiks.

Perjalanan lanjut ke arah Madiun. Mulai masuk kota Madiun perjalanan kami dihiasi hujan. Terpaksa kami berteduh sebentar untuk memakai jas hujan, untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan kembali. Tetapi tidak berapa lama hujan reda, sehingga kami kembali berhenti untuk melepas jas hujan. Masuk perbatasan Madiun-Magetan kembali hujan mengguyur kami berdua. Akhirnya kami putuskan untuk memakai jas hujan terus saja. Capek rasanya berhenti hanya untuk memakai dan melepas jas hujan.

Sepanjang perjalanan kami nikmati dengan riang. Sama sekali tidak ada perasaan sengsara, atau bahkan mengeluh. Sedikitpun tidak ada rasa itu. Hal ini mungkin disebabkan kami boncengan motor berdua ya? Jadi seperti orang pacaran saja, hehehe.
Kami ngobrol sepanjang jalan dengan sedikit mengurangi kecepatan. Atau ketika suami bilang, "pegangan....!". Ini sinyal kalau suami mau fokus mengendalikan Tigy-nya dengan tentu saja menambah kecepatan. Kalau sudah begini saya hanya bisa pegangan kuat, sambil mulut saya tidak berhenti berdoa. Swear! Saya benar-benar takut kalau sudah begini. Tapi Alhamdulillah suasana seperti ini tidak terus-terusan. Bisa mati kaku sayahhh..wkwkwk.

Akhirnya kami masuk kota Magetan. Ini kali pertama saya menginjakkan kaki, eh menginjakkan roda motor, di kota Magetan. Ternyata kotanya ramai juga. Menurut saya hampir sama dengan kota Malang. Apalagi saat itu hujan mengguyur tiada hentinya. Jadi seperti di kota Batu-Malang. Hawanya sejuk dingin.
Dengan bekal bertanya kepada seorang bapak yang ketemu saat berhenti di lampu merah, bapak itu memberi petunjuk kemana arah yang harus kami tempuh kalau mau ke Jogja. Bapak itu bilang ke suami saya, "Jalannya sudah bagus kok pak, jalan baru."
"Alhamdulillah", pikirku. Karena aku sudah takut duluan. Jangan-jangan nanti jalannya makadam, berkelak-kelok naik turun, melewati hutan. Ih, serem yaaa....apalagi pas hujan gini.

Ketika lampu menyala hijau, suamiku langsung tancap gas ke arah jalan yang diberitahu oleh bapak yang baik hati tadi, tentu saja kami tidak lupa mengucapkan terimakasih dan say goodbye. Halah :p

Benar memang apa yang dikatakan bapak tadi. Sepanjang jalan berkelak-kelok menanjak, jalannya masih halus mulus, sepertinya memang baru saja diperbaiki.
Semakin ke atas udara semakin dingin, apalagi ditambah hujan yang terus mengguyur. Dan kabut semakin lama semakin tebal. Menurut perasaanku, pasti kita sedang menuju ketinggian.

Perasaanku tidak salah, ternyata memang kami sedang melewati jalur kaki Gunung Lawu tempat Telaga Sarangan berada. Sepanjang jalan pemandangannya sangat indah. Kami bisa melihat sawah dan beberapa rumah penduduk di pinggir jalan. Semakin lama rumahnya semakin sedikit, karena semakin lama kami sudah berada di sebuah ketinggian. Kami juga bisa menikmati pemandangan di bawah sana, rumah-rumah yang terlihat kecil karena kami melihatnya dari atas. Seakan-akan kami menembus awan. Benar-benar luar biasa!

Akhirnya kami sampai pada suatu tempat yang menurut kami cocok untuk berhenti sejenak untuk sekedar berfoto, makan snack dan minum.
Sejenak Menikmati Pemandangan

Telaga Sarangan Kelihatan Kecil Tampak dari Kejauhan


Pemandangan Jalan yang Berkelok

Jalan Menuju Telaga Sarangan
Di sepanjang jalan kami ternyata tidak sendirian. Begitu banyak anak muda juga bersepeda motor. Ada yang berkendara sendiri, ada yang boncengan. Tetapi kebanyakan dari mereka bersimpangan dengan kami. Itu artinya mereka mungkin sudah naik dari tadi pagi dan sekarang sudah waktunya pulang. Dan itu juga berarti semakin ke atas semakin sepi dung. Padahal kami masih harus naik lagi sedikit, kemudian jalan akan menurun dan berkelok untuk menuju Karanganyar melewati Tawangmangu.

Benar juga. Mungkin karena waktu yang sudah sore dan cuaca sedikit gerimis, tidak banyak kendaraan yang searah dengan kami. Akhirnya kami sampai di persimpangan jalan, jika belok ke kiri menuju Telaga Sarangan, jika terus/naik menuju Tawangmangu. Kami terus naik karena mau ke Karanganyar.

Jalan yang kami lewati tidak semulus tadi. Banyak lubang di sana-sini sehingga suami harus mengurangi kecepatan motornya. Pemandangan di sisi jalan hanya hutan dengan pohon dan batu-batu besar yang umurnya sudah tua, membuat hati ini agak merinding. Akan tetapi tetap indah dipandang sambil kami ngobrol sepanjang jalan.



Akhirnya kami sampai di tanjakan tertinggi, karena memang sudah tidak ada jalan naik lagi.
Di pinggir jalan banyak kedai kecil yang menjual aneka makanan dan minuman. Sekali lagi capek kami terbayarkan dengan 2 cangkir kopi panas dan jagung bakar yang masih panas juga. Sekali lagi aku berdecak kagum, sambil menikmati hangatnya kopi dan makan jagung bakar - lagi-lagi - kami bisa menikmati pemandangan yang indah.



Cukup sudah sepenggal cerita perjalanan 123km pertama saya naik motor bersama suami. Pengalaman dan pemandangan yang tidak bisa terlupakan. Terimakasih untuk hadiah ulang tahun yang sangat berkesan ini. Meskipun kami masih harus menempuh jarak 128km lagi ke Jogja, rasanya tempat inilah yang menjadi kesan dari perjalanan kami.

Suatu saat kami akan kembali lagi ke tempat ini, tentu saja bersama anak-anak. Dan mungkin tidak mengendarai motor lagi.
***
"A Place to Remember Give Away"






















6 comments:

  1. eiiih jauh sekali naik motornya nyaaa... saya dulu pernah Semarang - Surabaya dengan alm. bapak, duuuh pantat udah berasa tebel banget xixixii...

    Terima kasih sudah berpartisipasi di GA ini ya, good luck.

    ReplyDelete
  2. waah pasti berasa banget yaa Mbak kenangannya :)
    iyaa sama2, makasih kunjungannya :)

    ReplyDelete
  3. saya mau ke gunung lawuuuuuu, I love mountain, aamiin semoga bisa menjejakkan kaki ke sana

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiiinn, gak rugi Mbak, pemandangannya sangat indah :D

      Delete

Yuuk saling berbagi.
Saya menunggu komentar dan saran dari Teman-teman.
Terima kasih.