Kami putuskan anak-anak dititipkan ke Mbah Uti (nenek)-nya. Kebetulan Ibu saya tinggal bersama Bulik (adiknya Ibu), nenek saya, dan adik saya. Yang terpenting, mereka bersedia dititipi anak-anak saya. Agar tidak begitu merepotkan kami menitipkan si sulung Dani (8 tahun) dan si bungsu Ai (2 tahun), sementara anak nomor 2, Ony (6 tahun), ikut kami ke Bali. Pertimbangan kami si anak nomor 2 ini aktif sekali, dan anak yang nomor 3 daya tahan tubuhnya kurang bagus. Kami khawatir dia tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Apalagi rencana kami, saya di Bali hanya 1 tahun saja, setelah itu saya akan mengajukan mutasi ke Tulungagung saja.
Berpisah dengan 2 anak saya, ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Saya yang sudah terbiasa berkumpul dengan anak-anak, merasa ada sesuatu yang hilang. Sungguh suatu siksaan bagi saya ketika malam hari sepulang dari tempat kerja. Saya kangen suara ribut ketiga anak saya. Saya kangen rengekan si kecil yang minta dibuatkan susu. Saya kangen sekali. Terkadang kami bertiga sambil tiduran mengenang cerita-cerita lucu anak-anak sambil melihat foto-foto dan video yang kami save di handphone. Tidak terasa air mata selalu meleleh, yang diikuti rasa rindu sampai kami tertidur dan berharap bisa bermimpi bersama-sama lagi.
Sebulan sekali saya selalu menyempatkan diri untuk pulang menjenguk 2 anak saya. Saat yang ditunggu-tunggu adalah sambutan kedua anak saya ketika saya sampai di rumah ibu saya. Kami berpelukan melepas kerinduan. Namun, ada satu hal yang sangat menusuk hati saya, yaitu saat si bungsu memanggil saya dengan sebutan "papa". Ya, saya yang seharusnya dipanggilnya "mama" dipanggil dengan sebutan "papa". Hal ini terjadi bisa jadi karena kami hanya berhubungan via telepon saja, sehingga Adik Ai jadi bingung membedakan "mama" atau "papa".
Sudah bisa ditebak, saat paling merana bagi saya adalah saat saya harus segera kembali ke Bali setelah beberapa hari melepas kerinduan dengan mereka. Air mata ini tidak pernah berhenti keluar sampai saya menginjak kota Surabaya. Biasanya saya menumpang kereta api jurusanTulungagung-Surabaya, kemudian lanjut Surabaya-Banyuwangi yang harus berganti kereta di Surabaya.
Akhirnya saya hanya bertahan 10 bulan saja. Saya dan suami harus (segera) mengambil keputusan bahwa saya harus segera pulang dan berkumpul dengan anak-anak (kembali). Menurut suami saya, anak-anak harus bertumbuh dan berkembang dengan didampingi kedua orangtuanya. Minimal harus didampingi ibunya. Sedangkan suami, biarlah suami saya yang sementara berpisah dengan keluarga tercinta untuk mencari nafkah, karena memang sudah kewajiban seorang laki-laki terhadap keluarganya. Dan, saya tidak mau lagi dipanggil "papa". Sakit rasanya, sungguh sakit.
Bulan Mei 2010 saya (dan Ony) pulang ke Tulungagung dan kembali berkumpul dengan anak-anak. Setelah kami berkumpul, Adik Ai berangsur-angsur pulih kepercayaannya kepada saya. Karena selama 10 bulan saya tinggal, dia selalu bersama Tantenya (adik saya), sehingga untuk memulihkan kepercayaannya kembali, saya butuh waktu yang agak lama. Kurang lebih 1 bulan setelah saya pulang, tepatnya bulan Juni 2010 si Adik Ai sudah kembali memanggil saya dengan sebutan "mama". Tapi butuh waktu 1 tahun untuk Adik Ai bisa mau kembali tidur dengan saya.
Bulan Mei 2010 saya (dan Ony) pulang ke Tulungagung dan kembali berkumpul dengan anak-anak. Setelah kami berkumpul, Adik Ai berangsur-angsur pulih kepercayaannya kepada saya. Karena selama 10 bulan saya tinggal, dia selalu bersama Tantenya (adik saya), sehingga untuk memulihkan kepercayaannya kembali, saya butuh waktu yang agak lama. Kurang lebih 1 bulan setelah saya pulang, tepatnya bulan Juni 2010 si Adik Ai sudah kembali memanggil saya dengan sebutan "mama". Tapi butuh waktu 1 tahun untuk Adik Ai bisa mau kembali tidur dengan saya.
Kisah yang haru, eh bunda asli Tulungagung atau gimana? Wah bertetangga neh kita, saya dari Trenggalek tetapi sekarang merantau ke PUlau Dollar...
ReplyDeleteHoreee PERTAMAX
Deletewah dari Trenggalek, deket dong?
Deleteiya saya asli Tulungagung, cuma selama ini merantau, dan sekarang sudah menginjak tahun ke-4 di sini
pulang Trenggalek berapa bulan sekali?
Jadi inget Mamaku pernah cerita kalau dulu pas kecil aku pernah lupa sama mamaku krn pas mamaku kuliah aku tinggalnya sama nenek, pdhal selama pisah mamaku gak bs berhenti mikirin aku.. Makanya kuliahnya lama kelar..
ReplyDeleteGoodluck yaa giveaway-nya.. ♥ ♥ ♥
itulah pentingnya kehadiran ortu di saat tumbuh kembang anaknya, karena seiring dengan usia anak mereka juga akan semakin mandiri dan semakin menjauh dari kita ortunya, itu sudah menjadi kodrat
Deletemakasiihh :)
Bisa sampai bingung gitu ya, mbak... :(
ReplyDeleteTp syukurlah sudah kembali berkumpul dengan anak2. Semoga segera berkumpul dengan seluruh anggota keluarga ya, mbak. Biar tambah hepi ^^, aamiin
bener Mbak, sediihhh n sakitnya tuh di siniiii :(
DeleteAlhamdulillah Mbak, saya sudah kapok meninggalkan mereka lagi, hehe
aamiin...makasihhh doanya :)
Aku dari tahun 1999 sampai sekarang juga jarang kumpul keluarga :-(
ReplyDeletePulang waktu lebaran aja mbak
dulu waktu saya kuliah juga gitu Mas, sebulan atau dua bulan baru bisa pulang :(
DeleteAlhamdulillah dari saya bayi dan sampai besar seperti ini saya selalu kumpul sama yg namanya keluarga :)
ReplyDeletehmmm.....nyaman banget itu Mbak :)
DeleteAlhamdulillah mbak, jadi kalau di tinggal2 sama mamah kemana2 tuh suka ga biasa aja hehe
Deleteanak mama beneran nih mbak...kayak anak saya nomor 2 tuh, ditinggal bentar aja sudah nelpon, "Mama puang jam berapa?"
DeleteSakit sekali berpisah dg anak mak...sy jg pernah merasakannya wkt msh usia 1,5 bln sp 7 bln...hari2 terasa berat dan akhirnya sy putuskan utk berhenti kerja dan mendampinginya sp skrg..
ReplyDeleteTerimakasih sdh berbagi kisah utk meramaikan GA saya ya mak..
betul Mak, rasanya sakit dan merasa sangat bersalah banget ya Mak...
Deletesama2 Mak Iro, semoga berkenan :)
iya mba, sedih sekali kalo pisah sama anak. satu dua jam aja udah merasa kehilangan apalagi berbulan-bulan
ReplyDeletesedihhh banget Mbak, kalo inget2 cerita di atas saya pun masih suka nangis :(
DeleteAnak yang sering dipisahkn dgn orangtuanya, apalagi dalam waktu yang lama, (bertahaun-tahun) akan berdampak pd hubungn batin dan psikologis. Untung, mbak Niink cuma berpisah 10 bulan saja. Memang serba salah ya. Di satu sisi, kita harus mendampingi suami,bertugas nun jauh disana, tp disisi lain, anaka-anak2 harus kita tinggal. ouh..itu adalh masa2 dilema ya..
ReplyDeletebener banget mbak Eka.... dari dilema itu harus segera diputuskan agar tidak berlarut-larut..
Deleteharus memilih 1 dari 2 keputusan yang sama2 beratnya... :)
MANTAP GAN ARTIKELNYA
ReplyDelete