Monday 30 March 2015

Ketika Musim Durian Melanda Tulungagung


Harga durian dibandrol mulai 10K.
Mulai bulan Februari kemarin di Tulungagung sedang musim durian. Daerah penghasil  durian adalah daerah Watulimo, Trenggalek. 
Tulungagung dan Trenggalek hanya berjarak kurang lebih 1 jam perjalanan saja.

Durian Watulimo terkenal enaknya. Selain rasanya manis, legit, bijinya kecil (daging buahnya tebal), dan buahnya juga gampang dibelah. Saya sendiri bukan ahli dalam memilih durian. Biasanya yang jago memilih durian itu adalah suami saya. Tapi karena suami bekerja di Bali, sementara Kakak Ony dan Adik Ahya juga penggemar durian seperti Papanya, mau gak mau saya harus mau berburu durian bersama mereka.

Sepertinya akhirnya menjadi sebuah kebiasaan, setiap hari Sabtu atau Minggu adalah hari wajib berburu durian. Berburunya cukup di Pasar Ngemplak, Tulungagung saja. Hampir setiap hari di area parkir dari barat sampai ke timur dipenuhi mobil pick up yang penuh dengan durian Watulimo yang aromanya bikin gak nahan para pengguna jalan yang lewat. 

Sebenarnya kalau sudah musim durian begini tidak susah mencari tempat mangkal para penjual durian. Di sepanjang jalan raya Tulungagung-Trenggalek dengan mudah bisa ditemui. Konon katanya kita bisa dapat harga lebih murah jika mau langsung datang ke Watulimo. Tapi ya tetep harus pinter-pinter nawar.

Durian Repto dari Watulimo
Durian "Repto" dari Watulimo, Trenggalek
Sumber: https://jawatimuran.wordpress.com/2012/07/13/durian-repto-kabupaten-trenggalek/
Karena selama ini hanya bergantung kepada suami dalam hal pemilihan durian, membuat saya gagal paham dalam pemilihan durian yang bagus. Tapi, karena setiap hari saya lewat Pasar Ngemplak yang dipenuhi aroma durian, dan rengekan duo krucil, akhirnya si Mama yang sebelumnya tidak suka durian karena harganya mahal ini mau juga belajar memilih durian.

Dari beberapa kali membeli, akhirnya saya menemukan beberapa trik jitu untuk memilih durian yang bagus. Saya dapat beberapa info ini dari seorang teman, dan tentu saja berdasarkan sedikit pengalaman saya berburu durian bareng OA (Ony-Ahya), Mas Dani tidak begitu suka durian.

Tips Memilih Durian
Saya tidak begitu jago memilih durian, tapi inilah tips saya ketika memilih durian setelah beberapa kali memilih durian tapi selalu tertipu karena saya tidak teliti ketika memilihnya.
  • Perhatikan dengan seksama penampakan buah durian, masih segar dan tidak kering.
  • Perhatikan buahnya, utuh dan tidak berlubang.
  • Tekan dan dekatkan kedua durinya dengan 2 jari, jika sudah agak lentur berarti durian sudah matang, jika masih keras berarti masih mentah.
  • Jika durian sudah terbelah pucuknya, pastikan terbelahnya baru saja, karena jika sudah lama rasanya hambar atau bahkan masam. Pastikan ujung durian yang sudah merekah tidak ditali rafia. Berdasarkan pengalaman saya yang kurang teliti ini, durian yang sudah ditali rafia ujungnya karena merekah, ternyata ketika dibuka buahnya sudah hampir busuk. Warning! Ini hanya akal-akalan penjualnya saja yang bilang duriannya baru mlethek/merekah.
  • Dipukul-pukul pakai pisau mbak/mas penjualnya. Biasanya durian yang sudah matang berbunyi seperti ada ruang yang kosong di dalam buahnya.
  • Dicium, baunya wangi durian segar. Tapi ini juga tidak menjamin, dengar-dengar ada penjual yang mengolesi duriannya dengan aroma durian, biar wanginya lebih semerbak. Yang ini hanya Tuhan yang tahu ya.
Ini salah satu durian pilihan kami. 20K.
Kulitnya tipis dan gampang dibuka, isinya banyak.
Nyam-nyam maem duren yuk!
Tinggal satu nih! 
Itulah nikmatnya nge-duren di hari Sabtu-Minggu.
Sudah gak sabar menunggu Hari Sabtu dan Minggu lagi. Hari Durian Ony-Ahya! :D
*****

Saturday 28 March 2015

Terima Kasih Belahan Jiwaku

Suami atau istri dalam bahasa Jawa disebut "garwa" (baca= garwo), yaitu "siGARane nyaWA", yang artinya adalah "belahan jiwa". Suami istri itu adalah satu jiwa, meskipun berbeda raga.

Pernahkah Teman-teman merenung, betapa Allah sudah memilihkan suami atau istri yang tepat untuk kita? Berbagai proses yang telah kita lewati di masa lalu, dimana terkadang kita pernah mencintai seseorang yang "kita pikir" dia adalah jodoh kita, ternyata berakhir dengan perpisahan dan kesedihan belaka.
Pernahkah Teman-teman "menyangka" Allah tidak sayang kepada kita karena telah merenggut cinta yang kita "anggap" suci itu? Pertanyaan lebay yang sering muncul biasanya adalah, "Mengapa harus dipertemukan jika akhirnya harus dipisahkan?"

Sesuatu yang kita anggap baik belum tentu baik untuk kita, begitu pun sebaliknya. Allah Mahatahu apa yang kita butuhkan, daripada apa yang kita inginkan. Dan rencana Allah selalu yang terindah. Saya sangat percaya itu.

Bagi saya, cinta pertama dan terakhir saya adalah suami saya.
Cinta di masa lalu (sebelum ada ikatan pernikahan) itu adalah cinta semu, cinta duniawi yang saat itu saya anggap sebagai cinta sejati, dan ternyata saya mengakui, saya salah besar. Karena cinta sejati itu adalah cinta setelah ada ikatan pernikahan, yaitu suami atau istri kita pada saat ini.

Cinta itu harus memiliki
Menurut saya, cinta harus dan wajib memiliki.
Meskipun banyak yang bilang, cinta itu tidak harus memiliki, saya tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa cinta harus memiliki.
Suami dan istri kita, itulah cinta yang sekarang kita miliki. Memang suatu keharusan, kita mencintai apa yang kita miliki, yang sudah jelas halal di mata Allah. Jangan pernah berpikir sedikit pun untuk mencari cinta yang lain jika sudah menikah.
Jadi benar kan kalau cinta itu harus memiliki?
Cinta saya sekarang ya suami saya.

I Love You, Suamiku
Proses bagaimana saya akhirnya bisa bertemu dengan cinta saya ini memang sudah dituliskan dalam skenario yang sangat indah oleh Allah. Kami yang tidak saling mengenal sebelumnya, akhirnya dipertemukan dalam dunia kerja yang sama.
Berawal dari perkenalan dan pertemanan, akhirnya kami menyadari bahwa kami saling menyayangi. Proses pacaran yang hanya 4 bulan, masuklah ke jenjang pernikahan. Alhamdulillah.

Menikah memang bukan suatu proses yang mudah, begitu juga yang kami alami.
Di awal kehidupan bersama, kami masih harus saling menyesuaikan satu sama lain. Benturan kadang terjadi. Tangis dan urai air mata kadang mengiringinya, meskipun sebenarnya lebih banyak kebahagiaan dan keindahan yang terjadi.

Hari demi hari, hingga tahun demi tahun kami lalui bersama. Benturan-benturan kami atasi. Perbedaan persepsi kami samakan. Masalah-masalah yang datang silih berganti adalah proses pendewasaan kami. Apalagi dengan hadirnya ketiga buah hati tersayang. Kami harus menyatukan visi dan misi keluarga kecil kami. Selain hidup ini terasa semakin berwarna, mereka bertigalah (anak-anak kami) tempat kami (saya dan suami) belajar di bangku sekolah kehidupan ini. Belajar terus sampai hayat di kandung badan.

Bukan Pengorbanan, Melainkan Kewajiban
Kata-kata inilah yang pernah diucapkan suami, ketika saya bilang, "Hani, semoga Allah membalas pengorbanan Hani ini dengan segala kebaikan."
(Hani adalah panggilan sayang saya ke suami).

Bekerja jauh di Pulau Dewata bukannya suatu hal yang mudah tentunya bagi suami saya.  Jauh dari anak istri, harus menyiapkan makan dan minum sendiri tidak ada yang meladeni, harus mencuci dan menyetrika sendiri, pulang dari kerja dan capek tapi tidak ada gelitik-gelitik tangan kecil anak-anak dan suara-suara mereka yang bisa mengobati rasa letih karena bekerja seharian, tidak ada secangkir kopi susu hangat buatan sang istri tercinta. Itulah yang saya maksud dengan pengorbanan tadi.

Suami saya malah bilang, "Tidak ada pengorbanan, dan aku sedang tidak berkorban. Ini adalah sebuah kewajiban, kewajiban seorang ayah terhadap anak dan istrinya."
*tisu mana tisu*

Rahasia Hati Suamiku
Ketika saya sedang menulis tulisan ini, saya bbm-an dengan suami. Eh dengan sukarela Beliau membeberkan rahasia hatinya yang ternyata tidak jauh beda dengan yang ditulis di buku Rahasia Hati Suami, karya Safar Ubaknomminakbai ini.

Inilah rahasia hatinya:

"Rahasiaku simpel : Jeritan hati keras, tapi tidak pernah menjerit. Derai tangis sebelum tidur, namun langsung terhapus dengan senyuman di pagi hari oleh matahari. Umpatan-umpatan manusiawi seorang Papa & Suami terbungkam dengan sebuah doa untuk anak-istri tercinta. Intinya : kuat/tegar di luar, tetapi rapuh di dalam."
*hiks saya jadi tambah melo inih*

Terima Kasih Suamiku
Problema yang datang silih berganti justru membuat kami semakin kuat. Waktu jualah yang mendewasakan kami. Tidak terasa pernikahan kami memasuki usia 15 tahun, insya Allah bulan Juli 2015 nanti..

Terima kasih Suamiku, sudah mencintaiku.
Terima kasih Suamiku, sudah mengajariku.
Terima kasih Suamiku, sudah membimbingku.
Terima kasih Suamiku, sudah mendampingiku dan memberiku semangat di meja persalinan saat proses kelahiran ketiga anak kita.
Terima kasih Suamiku, sudah menjadi imamku.
Terima kasih Suamiku. Terima kasih Belahan Jiwaku.
Masih panjang jalan yang harus kami lewati. Semoga Allah memudahkan perjuangan kami hingga kami bisa menyelesaikan amanah kami dengan baik. Amanah yang harus kami jaga, kami rawat, kami didik dan kami sayangi. Hanya perjuangan dan doa yang kami lakukan. Semoga hati kami selalu diluruskan, perjuangan kami dimudahkan. Semoga cinta kami adalah cinta dunia akhirat, Yaa Rabb.
Terima Kasih Belahan Jiwaku.

PS: Bagi yang masih jomblo, yakinlah bahwa Allah juga sudah mempersiapkan jodoh yang tepat untuk Anda. Tinggal bagaimana Anda memantaskan diri untuk mendapatkannya. Selamat berjuang!
----------------------------------------
*****
Alhamdulillah tulisan ini mendapat apresiasi dari juri dan mendapatkan hadiah sebuah buku :
"Rahasia Hati Suami"
dari Penerbit LovRinz
Terima kasih ya :)

*****

Friday 27 March 2015

Tahu Lontong Gerobak Kuning Khas Tulungagung

Menu tahu lontong ini sepertinya ada dimana-mana. Sangat familiar dengan lidah jawa saya. Yang membuat sama adalah irisan lontong, tahu dan kecambahnya. Memang pada akhirnya penyajiannya yang membuat rasanya jadi berbeda, karena di masing-masing daerah mempunyai selera yang berbeda.

Di Bali namanya Tahu Tipat, karena yang dipakai memang ketupat, bukan irisan lontong yang dibungkus daun pisang, melainkan dibungkus daun janur. Irisan tipat disajikan di atas piring, kemudian dikasih irisan tahu goreng, dan kecambah, trus disiram saus kecap berbumbu. Yang membuat khas adalah krupuknya, biasanya krupuk yang dipakai adalah krupuk tepung berwarna kuning yang berbentuk persegi dan berukuran lumayan besar.

Di Surabaya ada Tahu Tek-tek, dimana tahunya digoreng dulu baru digunting-gunting, kemudian bumbu kecapnya dikasih petis yang rasanya enak dan khas. Tahu tek-tek spesial dicampur telur dadar yang juga digunting-gunting. Plus krupuknya sebagai bahan pelengkap, menambah kriuk dan mantap. Biasanya krupuknya kecil-kecil, sama dengan krupuk yang dipakai di gado-gado.

Di Mojokerto juga ada Tahu Tek. Rasa dan penyajiannya mirip dengan yang di Surabaya. Rasa petisnya lebih kuat. Mungkin karena lokasinya yang dekat dengan Surabaya ya.
Di Tulungagung sini juga ada Tahu Tek Mojokerto lho, kapan-kapan saya share. Konon si Bapak penjualnya ini dulu pernah merantau puluhan tahun di Gedeg, Mojokerto. Kalau saya beli biasanya ngobrol dan bernostalgia tentang Mojokerto sama Beliau. Tapi anehnya si Bapak gak pernah hafal sama saya, padahal yang diceritain ya tetep itu-itu saja :p

Tahu Lontong khas Tulungagung
Nah sekarang saya akan bercerita tentang Tahu Lontong khas Tulungagung.
Inilah komposisi Tahu Lontongnya :

  • potongan lontong
  • irisan tahu goreng setengah matang
  • kecambah rebus
  • bumbu kecapnya terdiri dari: bawang putih dan cabe yang sudah digoreng, diuleg sama garam, dikasih petis sedikit, kemudian diberi kecap dan diaduk rata. kecap khas Tulungagung adalah Kecap cap Kuda. 
  • kacang merah (kacang cino) nya tidak diuleg, tapi dibiarkan digoreng utuh. jadi kalau pas dimakan ada sensasi klethus-klethusnya.
  • ditaburi bawang goreng
  • ditaburi irisan kucai/daun bawang
  • acar mentimun dan wortel (tidak wajib)
  • krupuk (tidak wajib), tapi lebih enak kalau ada krupuknya.

Di Tulungagung banyak bertebaran bakul tahu lontong seperti ini. Yang saya sudah mencobanya adalah di warung tetangga dekat rumah dan di pujasera depan Stasiun Tulungagung. Kalau lagi gak males kadang membuat sendiri di rumah.

Tahu Lontong Ter-Mak Nyus bagi saya adalah Tahu Lontong Gerobak Kuning yang sudah berjualan puluhan tahun di Jl. Ahmad Yani Barat, pakai gerobak warna kuning, dan mangkal di sebelah selatan jalan antara SD Al Irsyad Tulungagung sampai Foto Sinar Terang, Tulungagung. Karena memang Bapak/Ibunya berjualan kaki lima, maka setiap membeli saya selalu minta dibungkus dan dibawa pulang.

Ini dia penampakannya.

  
Yuk share Tahu Lontong di tempat Teman-teman bentuknya seperti apa?
*****

Wednesday 25 March 2015

Serunya Naik Kereta Api yang Gerbongnya Kosong

5 Juni 2013
Naik kereta api adalah salah satu pilihan yang nyaman sebagai sarana transportasi. Apalagi kalau mengajak anak-anak. Selain bebas bau bensin yang bisa menyebabkan pusing dan mabuk perjalanan, naik kereta api membuat anak-anak lebih enjoy di sepanjang perjalanan, karena bisa menikmati pemandangan sawah, gunung, jembatan, terowongan, bahkan kadang jurang dimana kereta api yang kita naiki tepat berada di atasnya.

Kali ini saya akan bercerita tentang serunya naik kereta api saat gerbongnya kosong.
Saat itu, kami (saya dan anak-anak) harus berangkat ke Jogja karena ada berita duka, Bapak Mertua meninggal dunia.(Al Fatehah untuk Bapak, aamiin).

Sementara suami sudah berangkat dengan pesawat pagi-pagi dari Denpasar, saya harus dengan sigap segera mengurus keberangkatan saya dan anak-anak ke Jogja dari Tulungagung, membuatkan surat izin ke sekolah masing-masing, termasuk menyiapkan semua keperluan kami selama di Jogja nantinya.

Karena pikiran sudah kalut, akhirnya saya putuskan naik kereta api. Saat itu naik kereta api bisa membeli tiket langsung di loket dan langsung berangkat. Padahal setelah dipikir dengan akal sehat, harusnya saya memilih travel aja, tinggal telepon travel, dijemput di rumah, kemudian berangkat, beres kan?

Ya sudah lah, karena saat itu akal saya sedang tidak sehat akhirnya kami naik Kereta Api Rapih Dhoho jurusan Tulungagung-Surabaya, turun di Stasiun Jombang. Di Jombang kemudian membeli tiket Kereta Api Sancaka pagi jurusan Surabaya-Jogja. Biasanya Sancaka sampai Jogja jam 12 siang. Rencana Alm Bapak dikebumikan jam 2 siang. Saya ditemani Ibu saya yang memang juga ikut bertakziah ke besan.

Alhamdulillah Sancaka datang tepat waktu, kami pun sampai di Jogja tepat waktu. Meskipun sepanjang perjalanan mata ini sembab oleh air mata, namun tingkah laku DOA (Dani Ony Ahya) ini bisa menghibur hati selama di perjalanan. Kereta api yang kami tumpangi kosong. Ada penumpang sih, tapi tidak banyak. Kondisi ini membuat DOA bebas bermain dan ketawa-ketiwi.

Pertama Mereka Duduk Manis
 



 Kemudian Bermain Bersama

 Bahkan Berlarian di Sepanjang Gerbong

 Bercanda dan Berantem
 Akhirnya Kecapekan dan Tidur


Bagaimana pengalaman Teman-teman naik kereta api?
*****

Monday 23 March 2015

Menu Serba Ndower

Mi Ndower Sosis
Setiap akhir pekan Kakak Ony dan Adik Ahya selalu minta jalan-jalan. Sebenarnya permintaannya simpel saja, yang penting keluar bareng, entah itu berenang, main ke HUKO (Hutan Kota), main ke Alun-alun, atau sekedar wisata kuliner saja. 

Yang paling membuat saya lega adalah mereka sangat maklum dengan kondisi dompet Mamanya. Kalau pas kondisi kanker (kantong kering) misalnya jalan-jalannya cukup beli Nasi Bantingan atau sekedar beli jajanan dan dimakan di Alun-alun kota atau di taman depan Pendopo Kabupaten. 
Yang penting adalah kebersamaan.

"Ma, hari Sabtu besok beli mi setan yuk.", kata Kakak Ony.
Mi Setan adalah salah satu kuliner kesukaan My DOA, secara mereka suka sekali makan mi. Di Tulungagung, gerai Mi Setan ini terletak di Jl. Kapten Kasihin, 50 meter sebelah timur SMPN 1 Kedungwaru, sekolahnya Mas Dani. 
Mi Setan disediakan mulai level 0 sampai level 10, tentu saja masing-masing level disesuaikan kepedasannya.

Sore itu saya bersama Ony dan Ahya meluncur menuju lokasi Mi Setan, eh lha kok tutup.
Akhirnya berdasarkan kesepakatan bertiga, kami menuju ke Kafe D'Green yang lokasinya di sebelah utara swalayan Belga Tulungagung.

Setelah berkeliling mencari menu yang sebangsa Mi Setan, eh ternyata ada Mi Ndower.
Mi Ndower ini serupa dengan Mi Setan. Harganya dibandrol mulai Rp. 6000,- untuk Mi Ndower biasa, alias Mi tanpa topping. Sedangkan Mi Ndower Sosis, Mi Ndower Beef, Mi Ndower Telur Ceplok dibandrol Rp. 9.000,- per porsi.

Ada menu ndower satu lagi, yaitu Tahu Gejrot Ndower. Harganya per porsi Rp. 6000,-
Tahu Gejrot Ndower
Itulah wiskul DOA kali ini di Tulungagung.
Tetap sehat, tetap semangat. Yang penting tetap Mak Nyus! *pinjem kalimatnya Pak Bondan*
*****

Saturday 21 March 2015

Semua Anak adalah Juara

Sebagai orangtua kita pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Oleh karena itu kadang kita memasang target yang terlalu tinggi untuk anak-anak. Misalnya: harus ranking 1 atau paling tidak harus masuk 10 besar di kelasnya, harus menjadi juara, harus ini harus itu seakan-akan anak adalah robot. Tidak heran jika orangtua berlomba-lomba mengikutkan anak-anaknya dalam berbagai macam les pelajaran, aneka kegiatan ekstra seperti bulutangkis, berenang, melukis, balet, modelling, dan seabrek kegiatan lainnya.

Menurut saya tidak masalah jika si anak enjoy saja dan menyenangi kegiatannya, justru si anak akan terbantu untuk mengisi waktunya dengan kegiatan-kegiatan positif. Yang menjadi masalah adalah ketika anak mulai merasa kelelahan karena jadwal kegiatan hariannya terlalu padat, atau anak tidak menyukai kegiatannya, karena yang suka *mungkin* adalah orangtuanya. Bisa jadi, karena orangtua ingin anaknya jadi pemain sepak bola terkenal, maka dengan serta merta mengikutkan si anak dalam club sepak bola tanpa melibatkan anak dalam pengambilan keputusan. Tidak adil rasanya memberi beban yang terlalu berat kepada anak-anak kita sendiri, demi obsesi diri sendiri.

Anak-anak adalah Kertas Putih
Sering dibaratkan seorang anak adalah selembar kertas putih, dimana kita sebagai orangtua bisa mencoretkan apa saja di atas kertas itu. Hendaknya kita menuliskan hal-hal yang baik-baik saja, sudah pasti ya teorinya seperti itu. Namun sebagai orangtua tentu saja kita tidak pernah lepas dari khilaf. Oleh karena itu jangan pernah lelah untuk belajar, bisa dari membaca buku maupun dengan pengalaman hidup kita maupun orang lain. Memang diperlukan hati yang besar untuk mau belajar dan tentu saja harus mau membuka diri untuk menerima hal-hal baru yang bisa jadi bertentangan dengan pola pikir kita selama ini.

Belajar dari Anak-anak
Saya percaya bahwa anak-anak itu diciptakan sudah dengan karakter masing-masing, sementara tugas kita sebagai orangtua adalah membimbing dan mengarahkannya.

Selama 14 tahun terakhir ini, sejak mas Dani lahir tahun 2001, saya merasa anak-anak saya tidak ada yang menuntut saya. Mama harus begini, Mama harus begitu. Di saat seperti itulah saya merenung, sepertinya justru saya yang terkadang justru menetapkan target terlalu tinggi bagi mereka.

Misalnya ketika mereka belajar makan sendiri, kadang saya marah-marah rumah jadi berantakan.
Sebenarnya kalau dinalar, mereka saat itu baru berumur 2 tahun, wajar dong kalau makan masih suka belepotan atau suka tumpah. Sementara kita yang sudah berumur puluhan ini saja terkadang membawa semangkuk soto pun masih bisa tumpah.

Justru saya dan suami yang banyak belajar kepada anak-anak. Merekalah sarana pembelajaran bagi kita. Kalau pepatah Jawa bunyinya Kebo Nusu Gudel .

Kemampuan Masing-masing Anak Tidak Sama
Masing-masing anak mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri, meskipun mereka pernah hidup selama 9 bulan di rahim yang sama. Saya sendiri mengalaminya, mas Dani lebih kalem dan cuek, kakak Ony lebih aktif dan suka berpetualang, si Adik Ahya lebih care kepada saudara-saudaranya.

Sudah jelas kemampuan mereka tidak bisa disamakan. Bahkan masalah daya tahan tubuh pun juga berbeda. Kadang saya marasa naif ketika ada salah satu teman di social media mengupload nilai ulangan anaknya yang dapat 100. Pertanyaan saya hanya satu, "apakah dia berani mengupload nilai anaknya ketika dapat 20?"

Itulah, kadang kita lupa bahwa kepandaian itu tidak melulu ditentukan oleh nilai di sekolah. Namun kepandaian itu sangat kompleks. Apa guna nilai bagus kalau hanya menjadikan arogan? Apa guna pintar matematika kalau hatinya tidak peka terhadap yang papa?

Belajar Menerima
Setiap manusia selalu menginginkan yang sempurna. Memiliki anak-anak yang sempurna, sehat, pintar adalah dambaan setiap orang tua. Namun apa yang bisa kita lakukan ketika ternyata kita mendapatkan yang sebaliknya? Kecewa? Kecewa sama siapa?

Yang harus kita lakukan adalah belajar menerima kenyataan yang memang di luar  batas kemampuan kita sebagai manusia.
Berat? Iya.
Sulit? Iya.
Itulah gunanya kita mempunyai  keyakinan. Itulah gunanya kita percaya adanya Tuhan.

Di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Semua terjadi atas kehendak Tuhan. Dan semua yang terjadi atas diri kita sudah diperhitungkan Tuhan, sudah disesuaikan dengan kekuatan kita.

Marilah kita bersikap lebih bijaksana, terutama kepada anak-anak kita. Kita support mereka dan kita beri teladan yang baik, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang berguna bagi sesama. Dan semua anak adalah juara.
*****

Thursday 19 March 2015

Saya Kan Sudah Tanda Tangan!

Suatu hari di tahun 2007, saat saya masih tinggal di Mojokerto, Jawa Timur, saya dan anak-anak ikut jalan sehat tingkat RW dalam rangka peringatan Agustusan. Rute yang diambil tidak terlalu jauh, kurang lebih hanya 3 km. Selain melewati jalan perumahan, kami harus melewati jalan raya meskipun jaraknya tidak terlalu jauh.

Seperti biasanya, acara dimulai jam 6 pagi. Saya, mas Dani dan kakak Ony sudah siap dengan mengenakan baju olah raga dan bersepatu. Sepanjang jalan anak-anak kadang jalan kaki, kadang berlari kecil sambil tertawa riang. Sementara .kami para orang tua berjalan santai sambil ngerumpi ngobrol ngalor ngidul, dan tentu saja sambil mengawasi dan menggandeng anak masing-masing.

Tiba di jalan raya, kami lebih intensif mengawasi anak-anak, karena meskipun agak sepi oleh pengguna jalan, karena hari itu hari Minggu (libur) namun ada beberapa kendaraan yang melintas.
Di sebuah pertigaan kami dikejutkan oleh teriakan ibu-ibu, "Awas! Ada becak!"

Ternyata ada becak yang hampir menabrak seorang anak yang juga ikut gerak jalan. Si Bapak Tukang Becak itu mau belok kiri di pertigaan tersebut, sementara kami berjalan lurus. Spontan orang-orang meneriakinya, sudah jelas ada pawai malah dengan seenaknya dia belok dan hampir menabrak anak kecil pula.

Sempat terjadi adu mulut antara Bapak Tukang Becak dan Bapak si anak itu. Saya pun sempat ikut berkerumun. Panitia berusaha melerai dan akhirnya perseteruan itu bisa diatasi.
Lalu Bapak Tukang Becak itu pun ngeloyor pergi bersama becaknya sambil bergumam dalam bahasa Jawa campuran yang "aneh",  "Aku lak wis tanda tangan!"yang artinya "aku kan sudah tanda tangan".
Dan ternyata maksud dari kata "tanda tangan" di sini adalah tangannya sudah memberi isyarat mau belok
"Oalah! Pak, Pak. lain kali kalau naik becak mbok ya yang hati-hati, ndak main belok aja!"

Teman-teman punya pengalaman menggemaskan dengan becak?
Yuk dishare :)
*****

Tuesday 17 March 2015

Bakso dan Es Kencur Pak Mun

Semangkuk bakso Pak Mun
Semangkuk bakso itu sudah biasa, tapi semangkuk bakso Pak Mun ini luar biasa.
Penampilannya sih biasa-biasa saja, tapi rasanya itu lho yang luar biasa.

Bakso dan Soto Pak Mun ini terletak di depan Stasiun Kereta Api Tulungagung agak ke selatan. Karena jalannya satu arah, harus lewat jalan sebelah timur dealer Cahya Yamaha, kemudian belok ke utara. Hati-hati jangan ngebut, karena lokasinya di sebelah barat jalan kurang lebih 100 meter dari pertigaan.

Bakso ini sudah "mengudara" sejak saya SMA, tahun 1986-1989. 
Bayangkan! Sudah 29 tahun! Bisa jadi lebih ya, karena saya tidak tahu Pak Mun ini mulai membuka usahanya sejak kapan. 
Penampilan tempatnya sederhana, dan sampai sekarang pun tidak ada yang berubah, mulai dari bangkunya, mangkuknya, sendoknya, sama sekali tidak ada yang diubah. Warung ini selalu ramai, tidak pernah sepi dari pelanggan. Menu utama yang disajikan adalah bakso dan soto.

Seingat saya dulu pak Mun pernah membuka beberapa cabang, tapi tidak seramai pusatnya. Dan akhirnya, sekarang ya hanya ada satu, di depan Stasiun ini.
Bisa juga dicampur lontong
Semangkuk bakso, soto ayam dan soto daging dibandrol Rp. 10.000,-. Kalau baksonya nambah lontong jadi Rp. 11.000,- saja. 
Tahu nggak? Dulu tahun 1990-an harganya semangkuknya Rp. 3000,- lho. Kemudian Rp. 5.000,- , dan sempat juga dibandrol Rp. 8.000,-.

Minuman yang disajikan juga banyak pilihan, ada es campur, es buah, es teh, cappucino, dll. 
Namun yang membuat saya suka kesini adalah Es Beras Kencur. Tidak ada es beras kencur di Tulungagung yang enaknya menyaingi di tempat Pak Mun ini. Padahal mungkin di warung lain juga ada menu es kencur.

Es kencur yang ngangeni
Es kencurnya bikin nagih!
Terbuat dari sirup merah, ditambah beras kencur dan dikasih es batu. Itu saja. Tapi di sini rasanya lebih segar. Saya sudah mencoba es kencur di berbagai tempat di Tulungagung bahkan di Mojokerto, tetapi hanya di sini saya merasakan nikmatnya es kencur.
Harga per gelasnya Rp. 3000,- saja.

Dulu, ketika saya masih merantau di Surabaya, Bali dan Mojokerto, bakso dan es kencur ini adalah menu wajib yang harus saya santap ketika berkunjung ke Tulungagung. Benar-benar bakso legendaris bagi saya. 
Teman-teman, kalau lagi berkunjung ke Tulungagung silahkan mampir ke sini yaa :)
*****
Silahkan baca juga : Nasi Bantingan Khas Tulungagung


Saturday 14 March 2015

Menuangkan Imajinasi Dalam Lukisan

Mobil ini sama Adik dikasih nama "Nissan Sport Papa Yayak"
Ketika anak sedang menuangkan idenya ke dalam tulisan atau lukisan, kita tidak boleh mengritik atau memberi saran agar daya imaginasinya berkembang dan tidak terhambat. 
Itulah yang pernah saya baca di suatu artikel parenting, dan selalu saya praktekkan ketika anak-anak sedang mengikuti lomba melukis atau sedang fokus mengerjakan sesuatu. Saya biarkan mereka berkreasi sesuai minat dan kemampuannya. Baru ketika mereka bertanya, misalnya, "Ma, warna daun apa?". Baru saya menjawab pertanyaan mereka.

Adik Ahya (Yayak) sangat menggemari mobil. Sehingga setiap kali menggambar, yang digambar selalu mobil. Bahkan ketika masih belajar menulis dulu, kalimat yang sering ditulisnya adalah "ini mobil papa". Bisa jadi karena sejak Papanya bekerja di Bali tahun 2010, kami sekeluarga selalu jalan-jalan naik mobil ketika Papa pulang saja. 

Perkembangan Adik memang sedikit berbeda dengan kedua kakaknya. Namun saya melihat beberapa kelebihan yang dimiliki si Adik ini, antara lain dia lebih peka terhadap sekitarnya, semangat belajarnya lebih tinggi dan selalu ceria. Pencapaian apa pun yang dilakukan oleh anak-anak selalu membuat saya bangga dan bersyukur.



Suatu saat si Adik dikenalkan dengan program Paint. Awal mulanya dia membuat coretan tidak menentu. Lama-lama dia menemukan bentuk-bentuk tertentu dan coretannya semakin terarah. Setiap menggambar si Adik selalu menggambar mobil. Kegemaran ini sudah dilakukannya sejak si Adik duduk di bangku TK.


Menginjak kelas 1 SD, di sekolah Adik ada pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), dimana yang diajarkan adalah seputar komputer, printer, kamera, handycam beserta tatacara penggunaannya yang benar. Untuk aplikasi program baru diajarkan menggambar dengan program paint. Di kelas 2 sekarang ini, materi selama 2 semester adalah menggambar dengan program paint.

Si Adik memang sedikit mengalami kesulitan menghafal istilah-istilah dalam program ini, karena semuanya menggunakan bahasa Inggris. Tapi dia jago ketika disuruh menggambar mobil dengan menggunakan paint. Saya pun tidak memaksa Adik harus hafal nama-nama ikon yang ada di paint. Yang penting dia paham penggunaan masing-masing ikon
Mobil ini digambar saat Ujian Praktek TIK di Sekolah, waktu masih kelas 1 SD.
"Honda Jazz" versi Yayak
Mari kita dukung terus anak-anak kita sesuai dengan kemampuannya. Selalu bangga dengan pencapaiannya. Karena setiap anak adalah JUARA!
*****

Thursday 12 March 2015

Cuci Motor Salju

Cuaca yang tidak menentu seperti sekarang ini kadang membuat saya galau.
Penginnya motor kesayangan saya terlihat selalu bersih, tapi apa daya, setelah dicuci bersih eh tiba-tiba hujan datang dengan tiba-tiba tanpa permisi.

Memang sih cuaca apapun yang diberikan Tuhan harus selalu disyukuri.
Untung saya tidak pernah berpikir, "Ah, tidak usah dicuci saja, toh nanti juga hujan, dan kotor lagi deh." Sekarang bandingkan saja dengan kita. Bagaimana kalau kita tidak usah mandi saja, toh nanti juga kotor lagi. Hadeh, jangan sampai gak mandi ya, nanti malah kuman penyakit bersarang di tubuh kita, hehehe.

Cuci Motor
Untuk urusan yang satu ini saya punya kebiasaan membawa vario putih saya ke tempat cuci motor yang banyak bertebaran di sini. Saya tidak punya langganan khusus, karena masalah hasil pencucian ya standar saja. Yang penting bersih dan mengkilap.

Dari sekian banyak tempat cuci motor yang sudah saya kunjungi, ada satu tempat cuci motor yang membuat saya terkesan.
Tempat cuci motor ini dikelola oleh sepasang suami istri, dan Bapak dan Ibu ini juga yang mencuci sepeda motor pelanggan. Yang membuat saya terkesan adalah kerjasama kedua orang ini dalam melayani pelanggan, mulai dari senyum sapanya ketika pelanggan datang, kemudian menyimpan printilan barang-barang yang disimpan di bawah jok motor, sampai semangatnya yang *menurut saya* sangat luar biasa ketika mencuci motor.

Yang membuat beda dengan tempat lain, bagasi motor yang terletak di bawah jok juga ikutan dicuci dan disikat bersih. Hal ini baru saya alami di tempat ini saja.

Bagi Teman-teman yang berdomisili di Tulungagung dan sekitarnya bisa mencoba mencuci motor di tempat ini. Dijamin puas.

Lokasi : 
Perempatan Patik Sebelah Utara Jalan (Jalan Raya Ngemplak)
Pasar Ngemplak ke barat kurang lebih 1 km
Tulungagung, Jawa Timur

Biaya:
Rp. 7000,- 

Jam Buka:
Jam 07.30 - 12.00 wib
*****

Monday 9 March 2015

Jangan Memberi Tahu Orang yang Tidak Mau Diberi Tahu

"Jangan beri tahu orang yang tidak mau tahu! Jangan beri tempe orang yang tidak suka tempe." (Joger, 20022011.TSA )
Quote yang saya dapat dari salah satu tas Joger milik saya.
Selama ini saya memang tidak pernah nonggo (ngobrol gak jelas dengan tetangga). Kalau ketemu di jalan cukup menyapa dan tersenyum. Biasanya saya baru berkunjung ke tetangga kalau ada tetangga yang punya hajat (nikahan atau sunatan), bersilaturahim saat lebaran atau bertakziyah ketika ada kematian.

Kalaupun lagi kepengin ngobrol biasanya saya berkunjung ke rumah teman akrab saya, yaitu teman-teman SD/SMP/SMA yang beberapa masih tinggal di Tulungagung.

Dari pada ngobrol tidak jelas, saya pikir masih banyak kegiatan lain yang lebih positif yang harus saya kerjakan, karena kegiatan cangkrukan seperti itu jatuhnya juga pasti ngomongin orang.
Maaf ya, ini mungkin hanya opini saya saja.

Beberapa hari lalu secara tidak sengaja saya ketemu dengan salah seorang tetangga dekat saya di jalan. Saat itu si Bapak itu menyapa saya. Kurang lebih seperti ini percakapan kami,

"Dari mana Nik?"
"Ini lho Pak, dari antar sekolah."
"Wah jauh ya sekolahnya?"
"Nggih, lumayan 6 km, hehe."
"Mbok ayahnya (suami saya, red) disuruh cari kerja di sini saja lho. Di Bali kan jauh. Kalau di sini kan enak, ngumpul sama anak istri. Mosok ndak ada pekerjaan yang cocok di sini? Banyak kok pekerjaan di sini."

Si Bapak itu nyerocos bagai laju kereta api ekspres yang tidak bisa diberhentikan, jug ijag ijug ijag ijug.....jez jez jez jez.....

Terus terang saya kaget. Speechless jadinya...
Sejak kapan si Bapak ini menilai saya? Sejak kapan saya minta pendapat beliau tentang kehidupan pribadi saya?

Setelah "pidato" si Bapak itu saya rasa sudah selesai, saya hanya hanya jawab dengan sebuah senyuman saja, "hehehe....., monggo saya duluan nggih".

Begitu Mudahnya Menilai Kehidupan Orang Lain
Terkadang kita menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja.
Kalau tidak tahu masalah seseorang, hendaknya tidak ikut campur atau memberi masukan-masukan jika memang tidak diminta.

Sebuah keputusan yang kami ambil tentu saja sudah kami pikirkan masak-masak, dan sudah melalui pertimbangan yang panjang. Kami sadar sepenuhnya bahwa setiap keputusan selalu menghadirkan banyak konsekuensi.

Inilah keputusan kami.
Kami akan menjalaninya dengan sepenuh hati.
Semua demi amanah sejati, yaitu anak-anak kami.
Semoga kami bisa menyelesaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya hingga anak-anak kami bisa mandiri.
Kami serahkan semua kepada Ilahi.
Kami yakin Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk kami.
Insya Allah, kami akan berkumpul kembali dalam kondisi penuh dengan kebahagiaan, kecukupan dan kesejahteraan. Aamiin.
*****

Saturday 7 March 2015

[Suka-Duka Hijabku] Ketika Harus Bekerja di Pulau Bali

Saya berhijab mulai tahun 1994, beberapa bulan setelah saya diwisuda.
Saat itu hijab belum ngetrend seperti sekarang. Jaman saya SMA saja dilarang pakai hijab ke sekolah. Waktu saya kuliah pun muslimah yang berhijab adalah kalangan minoritas. Beberapa teman saya yang berasal dari kota santri Gresik hanya mengenakan jilbab saat kuliah saja, di luar itu mereka berpakaian biasa tanpa jilbab.

Sulit Mendapat Pekerjaan?
Bisa jadi pendapat itu ada benarnya. Itulah yang saya alami.
Layaknya seorang lulusan sebuah perguruan tinggi, saya pun ingin segera bekerja dengan gaji yang tinggi, lalu bisa membantu orangtua. Saya termasuk yang harus bersabar dalam waktu yang agak lama untuk mendapatkan pekerjaan tetap.

Setiap proses rekrutmen yang saya ikuti, di saat wawancara terakhir selalu ada pertanyaan, "bagaimana jika Anda harus melepas jilbab Anda saat Anda sudah diterima bekerja di sini?"
Sampai-sampai saya merasa trauma untuk mengikuti proses rekrutmen.
Entahlah mengapa saat itu saya tidak mau menjadi guru atau dosen, saya ingin bekerja di kantor.

Sambil mengisi waktu luang saya mengajar les privat jenjang SMP/SMA. Bermula dari hanya 1 orang berkembang menjadi 10 orang, sehingga waktu saya tidak banyak yang kosong lagi. Pagi hari biasanya saya gunakan untuk mengikuti tes-tes rekrutmen, sore harinya saya mengajar les privat. Rutinitas ini saya jalani kurang lebih 2 tahun. Meskipun beberapa murid saya adalah etnis cina atau beragama lain, mereka tidak mempermasalahkan hijab saya. Yang penting saya bisa transfer ilmu dengan baik, dan mereka menyukai gaya mengajar saya.

Sampai suatu saat saya mengikuti rekrutmen besar-besaran sebuah Bimbel terbesar di Indonesia saat itu, dimana salah satu syaratnya harus bersedia ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia. Tahapan demi tahapan saya lalui dengan lancar, sampai akhirnya saya harus menandatangani sebuah surat keputusan yang menetapkan bahwa saya ditempatkan di kota Denpasar, Bali.

Dikirim ke Pulau Bali
Sebelum keberangkatan saya merasa gamang. Saya yang berhijab ini harus pergi ke Pulau Bali yang mayoritas beragama Hindu? Karena saya belum pernah ke Bali, saya hanya bisa membayangkan kondisi Pulau Bali berdasarkan imajinasi saya sendiri.

Namun karena tekad saya sudah bulat, akhirnya berangkatlah saya ke Pulau Bali dengan penerbangan Surabaya-Denpasar. Saat itu saya diantar Ibu dan salah satu teman kos saya di Surabaya sampai di Bandara Juanda. Lumayan naik pesawat gratis, karena semua sudah dibiayai kantor.

Keberangkatan saya ke Bali ditemani seorang teman saya yang berangkat dari Jogja yang transit di Surabaya, dan selanjutnya kami satu pesawat dari Surabaya ke Bali.

Karena penerbangan sempat delay kami tiba di Bandara Ngurah Rai Bali sudah tengah malam. Selanjutnya kami naik taksi menuju ke alamat kantor cabang tempat kami ditempatkan. Beruntung di sana sudah menunggu OB yang memang sudah menunggu kedatangan kami sejak sore tadi.

Inilah saat pertama saya menginjakkan kaki di Pulau Bali, yaitu bulan Maret 1997.
Bangunan-bangunan khas Bali, Pura, bau harum bunga dan suara musik mengalun dari beberapa Banjar. Ya! Saya sudah tiba di Bali.

Singkat cerita, mulailah saya menjalani hari-hari saya menjadi karyawan PT Primagama Bimbingan Belajar, sebagai I-Smart (Tentor) Tetap. Di sini saya bertugas membantu pemasaran, akademik, dan keuangan. Tugas utama saya adalah mengajar. Ya akhirnya menjadi pengajar juga.
Pada saat itu masih ada 3 Cabang di kota Denpasar, dimana saya juga harus moving mengajar di 3 tempat tersebut.

I Love Bali
Sedikit demi sedikit kegamangan saya berangsur-angsur hilang.
Meskipun saya benar-benar menjadi kaum minoritas, karena saya satu-satunya karyawan dan satu-satunya tentor yang berhijab, semua welcome dan menghormati saya.
Meskipun ketika saya harus ceramah dalam rangka even pemasaran ke sekolah-sekolah negeri yang mayoritas bergama Hindu, tidak sedikit pun saya merasa canggung dengan hijab saya. Saat itu kami melakukan pemasaran hampir di seluruh kabupaten di Bali, seperti Tabanan, Klungkung, Gianyar, Karangasem dan Singaraja. Bahkan meluas sampai ke Mataram, NTB.

Sesekali saat saya belanja di Pasar Tradisional pun saya merasa nyaman-nyaman saja, paling ada beberapa orang melihat dengan tatapan sedikit aneh melihat kerudung saya.

Justru dengan saya berhijab, saya merasa aman dan nyaman. Misalnya ketika saya menghadiri undangan upacara pernikahan teman. Saya otomatis ditunjukkan tempat masakan khusus muslim yang rata-rata terbuat dari ikan laut dan halal.
Foto kenangan jadul saat ke Bedugul, Bali.
Saya merasa betah tinggal di Bali. Di sini benar-benar saya merasakan tingginya toleransi. Kami berbeda suku dan agama, namun kami bisa hidup berdampingan secara damai.
Sampai akhirnya saya menikah, suami saya orang Jogja tetapi bekerja di Bali, dan si Mbarep pun lahir di Bali.

Hijab dan Surat Tilang
Di Denpasar saat itu (tahun 1997 - tahun 2002), pengendara motor yang memakai baju adat tidak diwajibkan mengenakan helm pengaman, termasuk pengendara yang memakai kopyah atau berkerudung.  Tapi hal ini tentu saja menjadi pengecualian bagi saya. Meskipun tidak wajib pakai helm saya selalu mengendarai motor dan berhelm standar SNI lho, hehe.

Ada satu cerita lucu tentang hijab saya.
Waktu itu tahun 2001, dimana si Mbarep masih berusia 2 bulan. Kakak Ipar dan Ibu Mertua saya berkunjung ke Denpasar.

Suatu saat saya mengajak pergi kakak saya naik motor. Tiba-tiba di dekat lampu merah, saya disemprit Pak Polisi. Saya kaget, kenapa saya disuruh berhenti? Padahal jelas saya memakai helm. Ternyata eh ternyata, kakak saya yang lupa tidak pakai helm. Kakak saya juga heran, kenapa dia bisa lupa. Ya namanya juga manusia, lupa itu sudah biasa.

Saat itu kakak saya belum berhijab, jadi harus mengenakan helm ketika berkendara sepeda motor. Akhirnya kami kena tilang.
Dan pak Polisinya bilang, "Harusnya yang pakai helm adalah ibu ini.", kata pak Polisi sambil menunjuk kakak saya. "Mbak kan sudah pakai kerudung, tidak usah pakai helm tidak apa-apa.", lanjut Pak Polisi itu lagi.
Saya sempat bengong!

Ada lagi, ketika saya jalan-jalan di Tanah Lot, saya ketemu bule cewek. Kami berpapasan, tiba-tiba dia berhenti di hadapan saya, lalu memegangi kerudung saya dan berkata, "You look so nice". Saya hanya bisa menjawab, "Thank You." Perasaan hanya dia deh yang bilang saya nice, hihihi.

Itulah sedikit cerita tentang saya dan hijab. Yang jelas saya merasa lebih nyaman dan aman. Selain memang kewajiban bagi seorang muslimah, hijab merupakan identitas bagi saya sebagai seorang muslimah dimana pun saya berada.
-----------------------------------
*****

Thursday 5 March 2015

Gara-gara Takut Diculik

Hari Rabu adalah hari terpadat saya.
Karena selain bertanggungjawab menjemput Adik Ahya dari sekolahnya, saya harus mengantar Mas Dani berangkat les english di "Persahabatan" Tulungagung, juga harus mengajar di Bimbel sampai jam 8 malam.

Saya masih beruntung terkadang ada adik saya (tantenya DOA) yang membantu saya menjemput si Adik dari sekolahnya, sementara saya hanya mengantar Mas Dani, trus capcus ke Bimbel tempat saya mengajar. Kemudian tugas tantenya yang menjemput Mas Dani di tempat lesnya. Tetapi kalau tantenya sedang sibuk, ya saya harus melakukan semuanya sendiri, meski harus berpacu dengan waktu.

Kemarin sore, seperti hari Rabu biasanya, saya mengantar Mas Dani ke tempat lesnya, lanjut mengajar, sementara si Adik dijemput Tante.
Saya mengajar 3 sesi, jam 14.30-19.30 wib dengan break 2 kali untuk pergantian kelas. Di saat break menunggu sesi berikutnya saya sempatkan mengirim sms adik saya untuk menjemput si Mas. Alhamdulillah kegiatan mengajar saya lancar, dan pulanglah saya ke rumah.

Mas Dani lupa tidak dijemput
Ketika saya sampai di rumah, betapa kagetnya saya ketika dua anak saya bilang kalau si Mas belum dijemput, dan sekarang sedang dijemput Tante.
Ha?! Ini sudah jam 8 malam, padahal harusnya si Mas sudah keluar dari tempat lesnya jam 4 sore tadi. Ternyata tantenya lupa tidak menjemput, dan baru di tersadar setelah jam 7 malam.

Di rumah saya putuskan untuk menunggu mas Dani pulang, sambil bbm suami saya mengabari kalau mas Dani lupa tidak dijemput. Tiba-tiba adik saya mengabari via telepon, katanya si Mas sudah tidak ada di tempat lesnya. Menurut seorang ibu yang ditemuinya di situ (mungkin pemilik les), si Mas sudah dijemput mamanya.
Ya Allah! Saya langsung terkesiap! Saya shock! Dan saya sangat khawatir!
Sudah dijemput mamanya? Mama yang mana lagi?
Saya semakin khawatir karena kondisinya malam hari.

Akhirnya saya bagi tugas dengan adik saya, saya mencari di jalur selatan sementara dia di jalur utara. Dari rumah ke tempat les si Mas, ada 2 jalur yang bisa dilewati yang jauhnya kurang lebih 5 km. Jalur utara lumayan ramai, meskipun malam hari, sedangkan jalur selatan adalah jalur jalan propinsi dimana cuma ada sawah, dan beberapa bangunan yang jaraknya berjauhan sepanjang kurang lebih 2 km. Apalagi di jalur selatan ada bangunan bekas rumah sakit yang katanya 'angker' itu, Rumah Sakit Dharma Medika. Tapi sebenarnya saya lebih khawatir lagi dengan maraknya berita kejahatan dan penculikan akhir-akhir ini.

Misi dimulai
Saya berangkat ditemani Ony. Saya berpesan sepanjang jalan dia terus melihat jalur sebelah kanan jalan, sementara saya fokus ke jalur sebelah kiri jalan. Di sepanjang jalan di jalur selatan saya tidak merasa kesulitan mengamati kiri kanan jalan, karena jarangnya bangunan dan kebanyakan memang sawah yang harus saya lewati. Siapa tahu si Mas memutuskan pulang dengan jalan kaki.

Harapan saya kosong ketika saya tidak menemukan sosok yang berjalan kaki. Sementara di tempat les juga sudah sepi. Saya tidak menemukan si Mas di tempat biasanya dia menunggu dijemput. Saya cari di sekitar tempat itu pun tidak ada. Ya Allah kemana ini si Mas?

Akhirmya saya memutuskan untuk terus berkendara di sepanjang jalan yang kemungkinan dilewati si Mas pulang. Sepanjang jalan pikiran saya hanya satu, saya harus menemukan si Mas, dan hanya kekuatan Allah yang menyertai saya di malam yang semakin larut itu. Suami saya terus memantau via hp sepanjang perjalanan saya.

Dengan kekuatan doa yang saya miliki, saya menembus jalan-jalan kecil yang kemungkinan dilalui si Mas dengan berjalan kaki. Saya tidak peduli lagi, jalan itu sepi atau ramai. Fokus saya hanya satu, saya harus ketemu Mas!

Setelah berputar-putar sekian lama dan hasilnya nihil, saya putuskan kembali melewati jalur selatan. Kalaupun belum ketenu dengan si Mas, saya akan berputar kembali, dan menyusuri kembali jalan-jalan yang kemungkinan dilewati. Saya terus berusaha berpikir positif, terus berdoa dan membaca ayat kursi untuk menguatkan hati saya. Sambil mengendarai motor saya pelan-pelan, mata ini tidak lelah mengawasi sepanjang kanan dan kiri jalan, berharap bertemu dengan seorang anak laki-laki kelas 8 smp, umur 14 tahun, setinggi 170 cm, memakai T-shirt hitam, bercelana pendek abu-abu, bersandal putih dan memakai tas ransel abu-abu.
"Ya Allah, lindungi dan jagalah anak hamba......"

Akhirnya......
Pada jarak pandang 10 meter di depan motor saya, masih di kegelapan (karena memang tidak ada lampu jalan, hanya sesekali ada motor atau mobil yang lewat) ada sosok yang saya cari sedang berjalan kaki. Semakin dekat semakin jelas.
"Ma! Itu Mas!", teriak si Ony yang menemani saya malam itu.
"Ya Alah, Alhamdulillah, terima kasih, anak hamba ketemu.", sorak sorai batin saya saat itu.

Sontak saya panggil namanya dan saya bunyikan klakson saya berulang kali. Betapa lega hati saya, di depan saya berdiri buah hati saya yang kelihatan capek karena sudah berjalan kaki kurang lebih 2 km dari tempat lesnya. Saking senangnya, saya ucel-ucel rambutnya dan mukanya, seperti seorang ibu yang bertahun-tahun tidak ketemu dengan anaknya. Tak terasa cairan hangat bening menetes di pipi saya.
Ya Allah, terima kasih, terima kasih, terima kasih.

Ternyata....
Di sepanjang jalan pulang saya "interogasi" si Mas, kenapa tidak menunggu di tempat seperti biasanya. Biasanya si Mas menunggu di depan tempat les, duduk di dekat tempat Pak Satpam.

Begini ceritanya.
Alhamdulillah punya anak sesabar Mas Dani, dijemput telat seperti ini pun dia tidak marah. Dengan sabarnya dia menunggu jemputan, dan tetap setia duduk di tempat seperti biasanya.

Sampai tempat lesnya ditutup karena sudah habis jadwalnya, si Mas masih menunggu di tempat yang sama. Saat itu, ketika merasa lapar, si Mas sempat pergi ke indo****t untuk membeli 2 bungkus roti dan sebotol minuman. Ketika roti sudah habis, dia pun masih menunggu di tempat yang sama, sampai tempat lesnya ditutup karena sudah habis jadwalnya.

Sampai beberapa saat kemudian ada mobil putih yang dikendarai seorang ibu keluar dari tempat lesnya, Ibu itu menghampiri si Mas, dan terjadi percakapan yang kurang lebih seperti ini:
"Adik belum dijemput ya?"
"Belum."
"Siapa yang jemput?"
"Mama."
"Saya masih mau keluar dulu sebentar ya. Nanti kalau saya pulang dan kamu belum dijemput, nanti kamu saya antar pulang ya."
Ternyata, si Mas takut dan tidak mau diantar Ibu itu. Padahal Ibu itu adalah pemilik tempat les yang mungkin memang tinggal di situ. Mas Dani takut diculik. Oh my son!

Karena ketakutan, si Mas pindah tempat. Dia tidak lagi menunggu di depan tempat les seperti biasanya, tetapi malah menyeberang jalan dan menunggu di dekat lampu lalu lintas. Rupanya inilah yang membuat saya dan tantenya tidak bisa menemukan si Mas.

Saya melewati lampu lalu lintas itu 3 kali. Si Mas melihat saya, dan berusaha mengejar motor saya, tapi dia tidak berusaha meneriaki saya, hanya berlari mengejar saya. Dalam kondisi remang-remang dan bisingnya suara kendaraan di perempatan jalan sebelah barat Terminal Tulungagung itu, saya sama sekali tidak menyadarinya. Akhirnya si Mas memutuskan berjalan terus melewati jalur selatan, sementara saya masih berputar lewat jalan-jalan tikus.
Sampai akhirnya bertemu dengan saya dan adiknya.

Yang membuat cerita berubah seperti drama, karena hp mas ketinggalan di rumah.
--------------------------
Benar-benar pengalaman luar biasa.
Dan tidak lupa saya selalu bersyukur, terima kasih Ya Allah.
*****

Tuesday 3 March 2015

Nasi Goreng Margarin plus Sosis Goreng ala Mama DOA

Masakan yang satu ini benar-benar makanan favorit anak-anak saya, DOA (Dani Ony Ahya).
Ibarat mereka harus makan menu ini setiap hari, mereka tidak akan pernah bosan. Si Mbarep kadang membuat sendiri, kalau lagi pengin dan mau repot-rept di dapur.
Sampai ada cerita di balik sepiring nasi goreng yang saya tulis beberapa waktu lalu

Nasi goreng memang menu mudah dan praktis, karena untuk membuatnya tidak susah, dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Saya suka bikin nasi goreng untuk sarapan pagi, atau kalau malam-malam anak-anak minta dibuatkan nasi goreng. Tinggal keprek bumbu, oseng-oseng srang-sreng, selesai!

Ada berbagai macam menu nasi goreng di sini, karena bahan-bahannya tergantung stok bahan makanan yang ada di kulkas. Bisa nasi goreng ayam, nasi goreng pindang, nasi goreng sosis, nasi goreng nuget, nasi goreng mawut (digoreng bareng mi), nasi goreng telur ceplok, nasi goreng telur, nasi goreng jawa (gak pakai merica dan saus tiram), nasi goreng plus sayuran (kalo di kulkas lagi ada stok sayuran). Intinya, bahan makanan apa saja bisa dimasukkan sebagai campuran membuat nasi goreng.

Nah, kali ini saya akan membuat nasi goreng yang paling praktis, karena di kulkas hanya ada telur dan sosis. Mari siapkan bahan-bahannya ya.

Bahan-bahan :
Nasi Putih, sosis sapi atau ayam, telur ayam, margarin dan minyak sayur untuk menumis dan menggoreng sosis
Bumbu :
Bawang merah, bawang putih, saus tiram, garam, merica bubuk
Cara membuat :

  • bawang putih dikeprek dan diiris tipis, bawang merah iris tipis, telur dikocok lepas
  • panaskan wajan, masukkan 2 sendok margarin dan sedikit minyak sayur untuk menumis bawang merah dan bawang putih
  • tumis bawang merah dan bawang putih hingga layu dan baunya harum
  • masukkan telur kocok, aduk pelan-pelan 
  • matikan apinya
  • kemudian masukkan nasi putih ke dalam wajan, taburi atasnya dengan garam, merica bubuk dan saus tiram
  • nyalakan kembali apinya
  • kemudian oseng di atas api hingga bumbu dan nasi tercampur merata
  • sajikan di atas piring, tambahkan sosis goreng di atasnya

Tips menggoreng sosis agar bisa mekar seperti bunga
Potong sosis kurang lebih 2 cm, belah salah satu ujungnya menjadi empat bagian dengan cara mengiris berbentuk "+", tapi jangan sampai terputus ya. Goreng dengan sedikit minyak di atas teflon.

Taraa!!
Jadilah nasi goreng margarin plus sosis goreng.
Praktis kan? Silahkan mencoba :)
*****

Sunday 1 March 2015

Inilah Benda yang Wajib Saya Bawa Saat Jalan-jalan





Di awal menulis saya sempat merasa sedikit galau, karena tiga benda wajib yang selalu saya bawa ketika jalan-jalan tidak boleh disebutkan, yaitu handphone, kamera dan powerbank. "Disitu kadang saya merasa sedih"

Ternyata eh ternyata, setelah saya renungkan dengan mendalam, ada beberapa benda selain ketiga benda di atas yang selalu berada di dalam tas saya ketika saya jalan-jalan bareng keluarga. Karena sejak saya berkeluarga saya jarang bahkan hampir tidak pernah jalan-jalan sendiri, kecuali antar jemput anak-anak atau belanja ke warung atau ke pasar.

Apa sajakah benda-benda misterius itu? #halah

1. Tisu
Tanpa saya sadari, saya itu suka bingung sendiri kalau tidak ada tisu, apalagi kalau sedang berada di luar rumah. Tisu itu bagai barang ajaib yang sangat penting bagi saya ketika saya ada di jalan. Apalagi jika keluarnya bareng sama anak-anak, tisu basah merupakan benda yang wajib saya bawa.

Saat mereka mau makan, biasanya saya minta mereka untuk mengelap dulu tangannya menggunakan tisu basah, agar tangan mereka bersih saat makan. Begitu pun ketika mereka selesai makan, mereka harus membersihkan mulut dan tangan mereka menggunakan tisu basah.
Tentu saja hal ini tidak berlaku jika kita makan di resto yang sudah tersedia tempat cuci tangan.

Setelah mereka dari kamar mandi umum pun, saya mewajibkan mereka untuk membersihkan tangan mereka dengan tisu basah.

Pokoknya yang namanya tisu itu adalah benda nomor satu yang harus dibawa saat jalan-jalan.

2. Kantong plastik 
Kebiasaan saya yang lain adalah membawa kantong plastik untuk tempat sampah. Baik itu saat perjalanan menggunakan kendaraan umum (kereta api atau bus), maupun saat naik kendaraan pribadi. Apalagi anak-anak saya adalah tipe anak yang suka ngemil di perjalanan. Bungkus snack, biskuit, permen, dan botol minum yang sudah habis harus dimasukkan kantong plastik. 

Saya paling tidak suka kalau ada yang buang sampah sembarangan. Di kendaraan umum seperti di kereta api atau bus, beberapa orang membuang sampah begitu saja di bawah tempat duduknya, rasanya jadi tidak nyaman dalam perjalanan. Tapi pengalaman saya terakhir naik kereta api ekonomi waktu pergi ke Banyuwangi bulan Juli tahun kemarin, kita para penumpang dibagikan kantong plastik untuk tempat sampah. Saya salut atas kemajuan ini, hal ini lumayan membuat kereta api menjadi bersih dan bebas sampah.

Ngomong-ngomong tentang buang sampah sembarangan, saya pernah ketimpuk kulit rambutan yang dibuang penumpang sebuah mobil bagus lho. Saat itu saya sedang mengendari motor, dan mobil bagus yang penumpangnya gak sopan itu mendahului motor saya. Salah seorang penumpangnya membuang kulit rambutan sembarangan dari jendela mobil. Hadeh!

3. Mukena dan sarung
Anak-anak saya dan papanya, sukanya kalau jalan pakai celana pendek. Mereka jarang banget pakai celana panjang. Minimal saya harus membawa 2 buah sarung untuk mereka shalat, agar bisa dipakai bergantian. 

4. Minyak kayu putih
Tentu saja minyak kayu putih botol kecil, agar praktis. Benda kecil berharga ini harus selalu saya bawa kemana-mana untuk membantu mengurangi kepala pusing, mual dan perut kembung.

5. Gunting kecil
Ha? Ngapain bawa gunting kecil segala?
Gunting lipat kecil berbahan stainless steel ini selalu berguna selama di perjalanan. 

Jika kedapatan anak-anak ada yang kukunya panjang, saya tinggal tarik tangannya dan potong kukunya, beres kan? *hehehe*
Mereka biasanya nurut saja, yang suka berontak kalau dipotong kukunya adalah si Ony, anak kedua.
Sebelum saya potong kukunya, biasanya kuku saya bersihkan dulu pakai tisu basah, baru saya potong pelan-pelan. Jangan lupa sampahnya termasuk potongan kukunya dimasukkan kantong plastik tempat sampah.

Gunting juga berguna untuk membuka bungkus snack yang kadang sulit dibuka, membuka segel minuman botol yang macet saat dibuka, membuka plastik pembungkus jeruk, dll.

6. Permen
Bagi saya permen itu sangat penting, karena bisa mengurangi rasa mual saat di perjalanan. 
Biasanya jika mulai merasa mual yang saya lakukan adalah menggosok kepala dan leher menggunakan minyak kayu putih, sambil dipijit-pijit ringan. Kemudian diam dan menghisap permen.

Saya rasa itulah benda penting yang wajib saya bawa saat jalan-jalan.
Kalau tertinggal satu saja rasanya sedih banget.
Apa benda penting yang wajib Teman-teman bawa saat jalan-jalan?
*****


*****