Beda dengan keluarga besar dari Suami. Ibu mertua berasal dari Semarang, Bapak mertua dari Jogjakarta, dulu pernah menetap sekitar limabelas tahun di Palembang, bahkan suamipun kelahiran Palembang. Pada akhirnya Ibu mertua menetap di Jogjakarta sejak tahun 90-an. Keluarga besar dari Ibu mertua menyebar dimana-mana, karena beliau 11 bersaudara. *ha?? 11 orang? kalau jaman dulu itu mah biasa, hehe* Dan entah mengapa mereka sangat jarang berkomunikasi, sehingga sekian puluh tahun sibuk dengan diri sendiri dan keluarganya masing-masing. Bahkan yang lebih parah, suami saya baru ketemu dengan salah satu tantenya (adik kandung ibu mertua saya) untuk yang pertama kalinya saat dia sudah berkeluarga dan berumur 36 tahun. Jadi selama 36 tahun dia baru kenal dengan bibinya sendiri! *ohh*
Sejak kami menikah tahun 2000 silam setiap tahun kami selalu berlebaran di Jogjakarta dan di Tulungagung. Perjalanan kami tempuh mulai dari naik kereta api, bus, sampai dengan naik mobil pribadi. Tujuan kami hanya satu, jangan sampai tali silaturahmi ini putus gegara jarak yang memisahkan. Seiring waktu, anak-anak kami sudah besar dan dunia terasa semakin cepat berputar, kami menyadari bahwa umur kami juga semakin tua. Dan kamipun tidak ingin pengalaman suami saya terjadi kepada anak-anak kami kelak. Jangan sampai mereka tidak mengenal silsilah keluarganya sendiri, istilah Jawanya kepaten obor yang artinya tidak tahu dan tidak mengenal siapa nenek moyangnya dan garis keturunannya.
Salah satu momen yang tidak terlupakan adalah saat lebaran tahun 2013 kemarin. Ibu mertua saya yang sudah puluhan tahun tidak pernah bertemu kakak kandungnya karena sesuatu hal, padahal jarak Jogjakarta-Semarang bukanlah jarak yang jauh, apalagi dengan canggihnya teknologi yang ada sekarang ini, apa sih sebenarnya yang tidak mungkin?

Dengan naik mobil kami mengantar Ibu ke Semarang. Tujuan utama memang ke rumah Budhe (kakak kandung ibu mertua saya), tapi kami sempatkan juga mampir ke rumah teman lama yang sudah 11 tahun tidak pernah bertemu. Teman ini adalah teman sekantor suami sewaktu masih bekerja di Denpasar 13 tahun silam. "Sekalian, mumpung di Semarang", pikir kami pada saat itu.
Alangkah kagetnya kami, dia sudah punya 3 anak laki-laki. Kamipun juga punya 3 anak laki-laki. Rasanya dunia ini terasa kecil sekali dan waktu terasa cepat sekali berputar.
Ini hanya sekelumit cerita hobi berkunjung keluarga kami.
Mari kita mempererat tali persaudaraan dengan keluarga. Karena bagaimanapun silsilah keluarga itu sangat penting. Sayang kan kalau anak-anak kita sampai tidak mengenal saudaranya sendiri?
Jangan sampai tali persaudaraan terputus hanya karena kita malas mengunjungi saudara yang rumahnya jauh. Kalaupun tidak dengan berkunjung kita masih bisa mengunakan fasilitas teknologi seperti telepon atau internet.
*****
Tulisan ini diikutsertakan dalam "3rd Giveaway : Tanakita - Hobi dan Keluarga"