Saturday, 7 March 2015

[Suka-Duka Hijabku] Ketika Harus Bekerja di Pulau Bali

Saya berhijab mulai tahun 1994, beberapa bulan setelah saya diwisuda.
Saat itu hijab belum ngetrend seperti sekarang. Jaman saya SMA saja dilarang pakai hijab ke sekolah. Waktu saya kuliah pun muslimah yang berhijab adalah kalangan minoritas. Beberapa teman saya yang berasal dari kota santri Gresik hanya mengenakan jilbab saat kuliah saja, di luar itu mereka berpakaian biasa tanpa jilbab.

Sulit Mendapat Pekerjaan?
Bisa jadi pendapat itu ada benarnya. Itulah yang saya alami.
Layaknya seorang lulusan sebuah perguruan tinggi, saya pun ingin segera bekerja dengan gaji yang tinggi, lalu bisa membantu orangtua. Saya termasuk yang harus bersabar dalam waktu yang agak lama untuk mendapatkan pekerjaan tetap.

Setiap proses rekrutmen yang saya ikuti, di saat wawancara terakhir selalu ada pertanyaan, "bagaimana jika Anda harus melepas jilbab Anda saat Anda sudah diterima bekerja di sini?"
Sampai-sampai saya merasa trauma untuk mengikuti proses rekrutmen.
Entahlah mengapa saat itu saya tidak mau menjadi guru atau dosen, saya ingin bekerja di kantor.

Sambil mengisi waktu luang saya mengajar les privat jenjang SMP/SMA. Bermula dari hanya 1 orang berkembang menjadi 10 orang, sehingga waktu saya tidak banyak yang kosong lagi. Pagi hari biasanya saya gunakan untuk mengikuti tes-tes rekrutmen, sore harinya saya mengajar les privat. Rutinitas ini saya jalani kurang lebih 2 tahun. Meskipun beberapa murid saya adalah etnis cina atau beragama lain, mereka tidak mempermasalahkan hijab saya. Yang penting saya bisa transfer ilmu dengan baik, dan mereka menyukai gaya mengajar saya.

Sampai suatu saat saya mengikuti rekrutmen besar-besaran sebuah Bimbel terbesar di Indonesia saat itu, dimana salah satu syaratnya harus bersedia ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia. Tahapan demi tahapan saya lalui dengan lancar, sampai akhirnya saya harus menandatangani sebuah surat keputusan yang menetapkan bahwa saya ditempatkan di kota Denpasar, Bali.

Dikirim ke Pulau Bali
Sebelum keberangkatan saya merasa gamang. Saya yang berhijab ini harus pergi ke Pulau Bali yang mayoritas beragama Hindu? Karena saya belum pernah ke Bali, saya hanya bisa membayangkan kondisi Pulau Bali berdasarkan imajinasi saya sendiri.

Namun karena tekad saya sudah bulat, akhirnya berangkatlah saya ke Pulau Bali dengan penerbangan Surabaya-Denpasar. Saat itu saya diantar Ibu dan salah satu teman kos saya di Surabaya sampai di Bandara Juanda. Lumayan naik pesawat gratis, karena semua sudah dibiayai kantor.

Keberangkatan saya ke Bali ditemani seorang teman saya yang berangkat dari Jogja yang transit di Surabaya, dan selanjutnya kami satu pesawat dari Surabaya ke Bali.

Karena penerbangan sempat delay kami tiba di Bandara Ngurah Rai Bali sudah tengah malam. Selanjutnya kami naik taksi menuju ke alamat kantor cabang tempat kami ditempatkan. Beruntung di sana sudah menunggu OB yang memang sudah menunggu kedatangan kami sejak sore tadi.

Inilah saat pertama saya menginjakkan kaki di Pulau Bali, yaitu bulan Maret 1997.
Bangunan-bangunan khas Bali, Pura, bau harum bunga dan suara musik mengalun dari beberapa Banjar. Ya! Saya sudah tiba di Bali.

Singkat cerita, mulailah saya menjalani hari-hari saya menjadi karyawan PT Primagama Bimbingan Belajar, sebagai I-Smart (Tentor) Tetap. Di sini saya bertugas membantu pemasaran, akademik, dan keuangan. Tugas utama saya adalah mengajar. Ya akhirnya menjadi pengajar juga.
Pada saat itu masih ada 3 Cabang di kota Denpasar, dimana saya juga harus moving mengajar di 3 tempat tersebut.

I Love Bali
Sedikit demi sedikit kegamangan saya berangsur-angsur hilang.
Meskipun saya benar-benar menjadi kaum minoritas, karena saya satu-satunya karyawan dan satu-satunya tentor yang berhijab, semua welcome dan menghormati saya.
Meskipun ketika saya harus ceramah dalam rangka even pemasaran ke sekolah-sekolah negeri yang mayoritas bergama Hindu, tidak sedikit pun saya merasa canggung dengan hijab saya. Saat itu kami melakukan pemasaran hampir di seluruh kabupaten di Bali, seperti Tabanan, Klungkung, Gianyar, Karangasem dan Singaraja. Bahkan meluas sampai ke Mataram, NTB.

Sesekali saat saya belanja di Pasar Tradisional pun saya merasa nyaman-nyaman saja, paling ada beberapa orang melihat dengan tatapan sedikit aneh melihat kerudung saya.

Justru dengan saya berhijab, saya merasa aman dan nyaman. Misalnya ketika saya menghadiri undangan upacara pernikahan teman. Saya otomatis ditunjukkan tempat masakan khusus muslim yang rata-rata terbuat dari ikan laut dan halal.
Foto kenangan jadul saat ke Bedugul, Bali.
Saya merasa betah tinggal di Bali. Di sini benar-benar saya merasakan tingginya toleransi. Kami berbeda suku dan agama, namun kami bisa hidup berdampingan secara damai.
Sampai akhirnya saya menikah, suami saya orang Jogja tetapi bekerja di Bali, dan si Mbarep pun lahir di Bali.

Hijab dan Surat Tilang
Di Denpasar saat itu (tahun 1997 - tahun 2002), pengendara motor yang memakai baju adat tidak diwajibkan mengenakan helm pengaman, termasuk pengendara yang memakai kopyah atau berkerudung.  Tapi hal ini tentu saja menjadi pengecualian bagi saya. Meskipun tidak wajib pakai helm saya selalu mengendarai motor dan berhelm standar SNI lho, hehe.

Ada satu cerita lucu tentang hijab saya.
Waktu itu tahun 2001, dimana si Mbarep masih berusia 2 bulan. Kakak Ipar dan Ibu Mertua saya berkunjung ke Denpasar.

Suatu saat saya mengajak pergi kakak saya naik motor. Tiba-tiba di dekat lampu merah, saya disemprit Pak Polisi. Saya kaget, kenapa saya disuruh berhenti? Padahal jelas saya memakai helm. Ternyata eh ternyata, kakak saya yang lupa tidak pakai helm. Kakak saya juga heran, kenapa dia bisa lupa. Ya namanya juga manusia, lupa itu sudah biasa.

Saat itu kakak saya belum berhijab, jadi harus mengenakan helm ketika berkendara sepeda motor. Akhirnya kami kena tilang.
Dan pak Polisinya bilang, "Harusnya yang pakai helm adalah ibu ini.", kata pak Polisi sambil menunjuk kakak saya. "Mbak kan sudah pakai kerudung, tidak usah pakai helm tidak apa-apa.", lanjut Pak Polisi itu lagi.
Saya sempat bengong!

Ada lagi, ketika saya jalan-jalan di Tanah Lot, saya ketemu bule cewek. Kami berpapasan, tiba-tiba dia berhenti di hadapan saya, lalu memegangi kerudung saya dan berkata, "You look so nice". Saya hanya bisa menjawab, "Thank You." Perasaan hanya dia deh yang bilang saya nice, hihihi.

Itulah sedikit cerita tentang saya dan hijab. Yang jelas saya merasa lebih nyaman dan aman. Selain memang kewajiban bagi seorang muslimah, hijab merupakan identitas bagi saya sebagai seorang muslimah dimana pun saya berada.
-----------------------------------
*****

54 comments:

  1. Cuma selembar kain, tapi mengundang banyak cerita yaa... yang nyusahin, lucu, dan membanggakan seperti yg terakhir. Proud of you, Mak Ninik... yg tetap bertahan dlm segala cuaca :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa Mak...semoga semakin banyak muslimah yg berhijab...tidak perlu takut, karena Allah pasti menjaga kita dan mencukupkan kita... :)
      Makasihh Mak, ntar jilbabnya gak muat nih, hihi
      Mak Mutia juga tetep semangat!

      Delete
  2. sama dgn saya mba, saya mulai berjilbab th 1994, tapi saat itu saya baru lulus SMA :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah ya Mbak... akhirnya kita berhijab dengan kesadaran penuh :)

      Delete
  3. Nice sharing Mba Ninik. Moga menang ya GAnya.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah sekarang aku sudah mau menutup aurat dengan cara berkerudung walaupun menurut saya ini belum tentu benar di hadapan alloh :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillah, seneng dengernya mbak wida... :))

      Delete
    2. Alhamdulillah, semoga barokah ya Mbak, niat kebaikan sekecil apapun selalu ada nilainya di hadapan Allah :)

      Delete
    3. Amin ya alloh, semoga dengan aku berhijab bisa seterusnya :')

      Delete
    4. Subhanallah...semoga dimantapkan ya Mbak Wid :)

      Delete
  5. kalau sekarang mau pake krudung apa enggak tetep disuruh pake helm... hehe
    semoga istiqomah mbak.. :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe....makanya di atas sudah saya sebutkan tahunnya.... :)

      Delete
  6. alhamdulillah ya sekarang makin banyak orang yang berkerudung dan nggak ada kesan terasingkan

    ReplyDelete
  7. Waktu aku jalan-jalan di Bali naik motor, sudah plonots, masih juga di suruh oakai helm coba Mba, kan padahal sudah sama. Sayang aja aku laki jadi tidak bisa pakai hijab wkautu naik motor di Bali kaya Mba Ninik itu. ha,, ha, ha,,

    Sukses ya mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi....kalo ditanya pak polisi bilang aja kalau itu helm asli...

      oke makasih yaa :D

      Delete
  8. Waaa... Mbak Ninik.. Saya selalu salut sama muslimah yang berhijab di masa2 sulit itu (waktu masih dilarang). Sukses ya Mbak... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe makasih mbak Yanet, sukses juga buat Mbak :)

      Delete
  9. apapun yang menurut mbak benar, lakukan saja.
    tapi, kerja di bali itu enak ya kayaknya....

    ReplyDelete
  10. gara-gara pake kerudung maka orla jadi tau identitas kita ya mbak, tanpa repot tanya udah ditunjukkan makanan yg halal mana...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak karena mereka tahu kita muslimah :)

      Delete
  11. sebenarnya berhijab adalah sunah dan itu sangat baik untuk dieprtahankan...kalau masalah sosialisasi masyarakat, jangan khawatir mbak, kayaknya mereka juga akan mengerti dan buatlah penampilan dengan hijab itu bisa membuat prasangka positif pada penampilan anda....

    ReplyDelete
    Replies
    1. memang berhijab harus diimbangi dengan tingkah laku yang baik :)

      Delete
    2. Ralat Mas, berhijab itu hukumnya WAJIB, bukan SUNNAH, sudah tertera di Al-Qur'an, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadany" An Nur : 31
      Dan
      "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" Al Ahzab : 59

      Delete
    3. iya memang, berhijab itu hukumnya wajib bagi muslimah :)

      Delete
  12. unik juga ya di bali, kalau sudah pake kerudung tidak diwajibkan untuk memakai helm

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, karena penduduk asli yang pakai baju adat (biasanya mau melaksanakan upacara adat) juga gak wajib pakai helm :)

      Delete
  13. Bali is the best. Toleransinya tinggi, gak seperti yg di banyakan..

    ReplyDelete
  14. Artikelnya benar-benar meresap di hati mak, semoga bisa mengikuti jejaakmu nanti. Salam kenal y mak..

    ReplyDelete
  15. aduh ceritanya lucu yang sama pak polisi :D

    ReplyDelete
  16. aih..lucu ceritanya mbak. senang skali ya jadi minoritas tapi diterima dan dihargai. itu malah islami ya mbak. eh saya belum pernah ke Bali. *orang Indonesia bukan nih saya*

    ReplyDelete
    Replies
    1. kapan2 jalan2 ke Bali Mbak...aku sukanya di sana alamnya masih asri, karena penduduknya bisa bersinergi dengan alam :)

      Delete
  17. Hijab memang tak boleh jadi alasan, mbak. kita tetap dihargai tinggi ketika mengampu ilmu di mayoritas beda agama sekalipun. good luck dengan GA-nya ya

    ReplyDelete
  18. Ingat gugatan wanita yang berhijab di USA mbak heee. Walau kita tidak perlu melakukan itu, aku rasa berhijab bagi kaum hawa suatu pilihan :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa ... kalo bagi kaum muslimah hijab adalah kewajiban dan pilihan :)

      Delete
  19. Pengalaman yg unik...jadi pengin ke bali deh haha
    salam kenal

    ReplyDelete
  20. wah mantapmbak perjuangannya kerennn....

    ReplyDelete
  21. Mba, sy jg pernah menolak tawaran kerja krn hrs copot jilbab.
    Pengin bgt ngrasain tinggal di Bali :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah bisa istiqomah ya mbak :)
      Di Bali enak mbak, damai :D

      Delete
  22. betul mbak ,,, di bali damai ,, meski saling beda keyakinantetapi tetap toleran & dihargai ,,
    , misal saat di tempat kerja,, kita lagi ada urusan sama temen orang bali ,, ijin mau sholat karena udah waktunya , pasti langsung dibolehkan dengan perasaan senang hati...

    ReplyDelete
  23. Kalau sekarang, keadaan di sana bagaimana? Saya berencana cari kerja di Bali,

    ReplyDelete
  24. Kalau sekarang, keadaan di sana bagaimana? Saya berencana cari kerja di Bali,

    ReplyDelete

Yuuk saling berbagi.
Saya menunggu komentar dan saran dari Teman-teman.
Terima kasih.